Tantangan Guru-guru di Asmat dan Cara Mengatasinya

Tantangan Guru-guru di Asmat dan Cara Mengatasinya

Wahana Visi Indonesia terus berupaya meningkatkan kesejahteraan anak dan masyarakat melalui kegiatan yang dapat memperluas wawasan, khususnya di bidang pendidikan melalui model program Wahana Literasi. Wahana Literasi terdiri dari empat komponen utama. Salah satunya yaitu, pengembangan kapasitas pendidik. Kantor operasional WVI di Asmat, Papua bekerja sama dengan Keuskupan Agats secara intensif mendampingi empat Sekolah Dasar agar dapat menerapkan Wahana Literasi dengan baik. Salah satu kegiatan yang diadakan adalah pelatihan untuk guru-guru di berbagai tingkat mulai dari TK hingga SD. 

Ibu Elsa (41 tahun) adalah salah satu guru TK yang mengikuti kegiatan pelatihan guru di salah satu sekolah yang didampingi WVI. Ada beberapa tantangan yang ia alami selama mengajar di salah satu taman kanak-kanan terjauh di Indonesia ini. “Tantangan yang cukup berat yang saya alami seperti penjaga gedung TK, biasa dia gembok pintu gerbang kalau gajinya terlambat dibayar jadi kita tidak bisa masuk mengajar. Selain itu biasa anak-anak juga sering dibawa orang tuanya kalau ke bevak atau ke kota. Karena kan namanya anak kecil pasti kalau orang tua kemana-mana, mereka juga ikut,” ungkap perempuan yang telah tiga tahun menjadi guru TK ini. 

Ibu Elsa sudah terbiasa dengan berbagai tantangan tersebut. Berbagai tantangan itu juga sering dialami oleh guru Sekolah Dasar. Tantangan-tantangan ini juga bukan muncul saat ini tetapi sudah terjadi sejak dulu. Para guru seperti ditantang untuk lebih kreatif dalam menyikapi berbagai tantangan tersebut. 

“Cara yang kami lakukan supaya anak-anak itu mau datang sekolah biasanya saya buatkan kue, kadang-kadang bubur kacang. Jadi kalau dong (dia) punya orang tua ke kota atau ke bevak mereka tidak ikut karena di sekolah ada disiapkan makan. Cara-cara ini cukup efektif buat anak mau datang sekolah. Kemudian yang saya lakukan dengan teman-teman guru juga, apalagi guru TK. Kami dituntut untuk lebih kreatif khususnya dalam hal mengajar supaya anak-anak itu tidak bosan saat ada di sekolah,” tuturnya. 

Selain tantangan kehadiran murid, Ibu Elsa juga merasa membutuhkan pengembangan kapasitas agar bisa mengajar dengan efektif namun menyenangkan. Ia juga menyadari bahwa anak-anak di Asmat saat ini masih memiliki keterampilan membaca yang rendah. Persoalan besar ini dapat ditanggulangi dan dicegah bila guru-guru makin mahir memperkenalkan dan mengajar literasi di kelas dengan cara yang kreatif. 

“Pelatihan ini luar biasa menyenangkan dan menambah wawasan untuk saya yang mengajar di TK, dan saya lebih suka pada saat sesi diskusi atau kerja kelompok karena setiap peserta punya ide masing-masing. Semoga di lain waktu kegiatan ini ada lagi,” pungkas Ibu Elsa. 

 

 

Penulis: Maksimus Asrul (Field Facilitator kantor operasional WVI di Asmat) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive


Artikel Terkait