Kembangkan Destana agar Tidak Kalut saat Bencana

Kembangkan Destana agar Tidak Kalut saat Bencana

Tangguh bencana harus mulai dari mana? Jawaban tepatnya adalah mulai dari diri sendiri hingga ke berbagai tingkat komunitas atau masyarakat. Oleh karena itu, saat ini marak terdengar mengenai kecamatan, kelurahan atau desa tangguh bencana. Desa Tangguh Bencana atau biasa disingkat Destana berarti desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk menghadapi dan beradaptasi dengan ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan cepat dari dampak bencana. Destana bukan hanya tentang infrastruktur, tetapi juga tentang kesadaran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. 

Badan Standarisasi Nasional Indonesia telah menyusun sembilan prinsip Destana, beberapa diantaranya tercantum di bawah ini: 

  • Kemandirian dan sumber daya lokal 

  • Inklusi sosial 

  • Berfokus pada upaya pengelolaan risiko bencana 

  • Pelibatan semua pemangku kepentingan 

  • Integrasi dan sinergi dalam pembangunan di desa 

Prinsip-prinsip ini menjadi acuan bagaimana pengembangan Destana dilakukan serta bagaimana tujuannya ditentukan. Desa yang siap siaga dan tangguh mengelola risiko dan beradaptasi dengan bencana dapat lebih menjamin keselamatan dan kesejahteraan anak dan masyarakatnya. 

Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten yang memiliki beberapa ancaman bencana seperti banjir, tanah longsor, gempa, dan tsunami. Salah satu desa layanan Wahana Visi Indonesia pun memiliki beberapa ancaman bencana terkait banjir dan gempa. Salah satu bencana yang sering terjadi adalah banjir. Ini memberikan gambaran bahwa desa ini merupakan kawasan rawan bencana yang perlu mendapatkan perhatian terutama dalam upaya pengurangan dan penanggulangan risiko bencana yang dapat dilaksanakan secara sistematis, terarah, dan terpadu. Namun saat ini desa tersebut tidak mendapatkan pendampingan terkait pengurangan serta penanggulangan bencana. 

“Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering mendengar tentang bencana dan bahkan di masa kecil, saya mengalami bencana. Sampai saat ini, di desa kami masih sering banjir yang dampaknya bisa merugikan kami misalnya, sawah kami terendam banjir sehingga gagal panen, anak-anak tidak masuk sekolah karena genangan air yang sangat dalam, masyarakat tidak bisa pergi berkebun, dan juga wabah penyakit akibat genangan air kotor,” ungkap Orianus, seorang warga desa yang berperan sebagai Koordinator Tim Siaga Bencana Desa. 

Berkaca pada pengalaman bencana masa lalu yang merugikan anak dan masyarakat, dan berharap agar kondisi tersebut tidak terulang kembali, masyarakat desa pun tergerak untuk belajar lebih tangguh menghadapi bencana. Bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia dan BPBD setempat, masyarakat mengikuti sesi belajar bersama mengenai Destana. 

“Di masa sebelumnya, kami tidak pernah mendapatkan ilmu tentang cara mengatasi masalah bencana ini. Akibatnya kami sering kebingungan ketika terjadi bencana dan masing-masing keluarga menolong dirinya sendiri. WVI dan BPBD membantu saya bersama masyarakat di desa ini mendapatkan pengetahuan tentang bencana dan cara menguranginya. Kami menjadi tahu bahwa untuk menangani bencana, kami tidak bisa bekerja sendiri, tetapi kami perlu tim khusus. Saat ini, kami sudah mempunyai Tim Siaga Bencana Desa. Kami merasa sangat senang dan siap bekerja sama,” ujar Orianus. 

 

 

 

Penulis: Wihelmina Seniwati (Koordinator program kantor operasional WVI di area Flores Tengah) 

Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive

 

 

 

Sumber: 

Badan Standarisasi Nasional. Rancangan Standar Nasional Indonesia 3 (RSNI3) 8357:2024, Desa tangguh bencana. 2024. Jakarta 


Artikel Terkait