Orang Tua, Pendukung Terbesar Anak dengan Disabilitas

Pendukung terbesar bagi setiap anak, terutama anak dengan disabilitas, adalah kedua orang tuanya. Anak akan jadi pribadi yang mampu melampaui segala hambatan karena dukungan orang tua. Anak akan berkembang optimal karena orang tua percaya potensi itu ada.
Sulastri (28), ibu dari Prisil (3), adalah contoh orang tua yang gigih memperjuangkan pemenuhan hak anaknya. Bersama keluarga kecilnya, ia tinggal di sebuah desa di Kabupaten Manggarai Timur. Situasi keluarganya yang sulit secara ekonomi, makin terasa berat karena Prisil adalah anak dengan down syndrome. Di rumah, kebutuhan gizi Prisil harus terpenuhi agar ia bisa bertumbuh-kembang maksimal. Namun, Sulastri tidak tahu bagaimana cara mengolah makanan bergizi untuk Prisil.
“Prisil banyak sakit. Kami sering bawa Prisil ke dokter, bahkan beberapa kali rawat inap karena sangat lemas. Kami hanya andalkan susu dan bubur yang dibeli dari kios untuk asupan makanannya. Dia juga makan tidak terlalu rutin karena nafsu makannya kurang. Tidak heran jika status gizi Prisil kurang baik,” tutur ibu muda ini.
Tahun 2024, Wahana Visi Indonesia (WVI) yang mendampingi desa Sulastri mencatat ada 34 anak mengalami gizi kurang. Salah satunya adalah Prisil. Jumlah ini menjadi alarm bagi pemerintah desa dan Puskesmas untuk segera mengambil aksi nyata. Pos Gizi pun diaktifkan sebagai upaya rehabilitasi anak-anak dengan berat badan kurang.
Sulastri bersikeras ingin terlibat dalam Pos Gizi. Ia sadar, Pos Gizi adalah sumber wawasan menu makanan bergizi yang selama ini Prisil butuhkan. “Saya janji, tidak hanya akan partisipasi tapi juga kontribusi apa saja semampu saya. Yang penting anak saya terbantu gizinya,” ujarnya.
Selama 90 hari, Sulastri mempelajari pengolahan dan pemberian makan dengan menu kejar tumbuh, serta Praktik Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Ia dan Prisil mendapat pendampingan intensif dari kader terlatih. Kader juga memantau bagaimana Sulastri mempraktikkan wawasan baru ini di rumah.
Ternyata, di hari ke-12 kegiatan Pos Gizi, Sulastri sudah bisa memahami dan menguasai tiga jenis menu kejar tumbuh. Suaminya pun ikut terlibat aktif menyiapkan makanan bergizi bagi Prisil.
“Setelah Prisil ikut Pos Gizi dan saya masak menunya setiap hari selama tiga bulan, anak kami jadi kuat makan. Pencernaannya juga tidak terganggu. Berat badannya naik terus dari hari ke hari. Badannya sudah mulai kuat. Dia juga aktif berbicara, lebih ceria, dan tidak rewel. Kami sekeluarga sangat senang melihat Prisil seperti ini,” ujarnya penuh haru.
Prisil seorang balita dengan down syndrome malah mendapat predikat sebagai balita dengan kenaikan berat badan terbanyak selama Pos Gizi. Sulastri telah berhasil memperjuangkan pemenuhan salah satu hak anaknya. Ia tidak kehilangan harapan ketika terhadang banyak hambatan.
Kini, Sulastri sudah mulai merajut harapan baru untuk Prisil. Ia telah mengubah pekarangan rumahnya jadi Kebun Gizi kecil, sumber sayuran untuk keluarganya. Akses air bersih juga sudah tiba di dekat rumahnya. Perlahan tapi pasti, keluarga kecil ini melampaui hambatan untuk hidup bersih dan sehat.
Penulis: Egbertus Mbusa (Koordinator area operasional WVI di Manggarai Timur)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)