Pendeta Arlinda Memperjuangkan Perlindungan Anak di Sulawesi Tengah

Menjamin adanya perlindungan bagi setiap anak dan perempuan adalah tanggung jawab semua orang. Tidak pandang apakah berperan sebagai anggota masyarakat atau pemangku kepentingan, orang tua atau guru, bekerja sebagai petani atau pegawai swasta. Semua harus sadar dan mampu memperjuangkan perlindungan bagi setiap anak dan perempuan. Oleh karena itu, siapapun harus berdaya untuk menjadi garda terdepan dalam mencegah dan mengusut kasus-kasus ini.
Salah satu desa dampingan Wahana Visi Indonesia di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah sudah mulai menjadi tempat tinggal yang lebih aman bagi anak dan perempuan. Perubahan besar ini dimulai dari seorang tokoh agama perempuan yang berhati besar dan berani. Bermitra dengan Yayasan Sikola Mombine, WVI memfasilitasi pembentukan kelompok Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan Pendeta Arlinda menjabat sebagai sekretarisnya.
Sebelum memiliki keterampilan dan alur pelaporan kasus yang jelas, Pendeta Arlinda hanya mampu memberi nasihat kepada masyarakatnya manakala terjadi kasus kekerasan terhadap anak atau perempuan. “Saya sering merasa terbatas tapi dengan bergabung sebagai sekretaris PATBM, saya menemukan kekuatan baru untuk bertindak lebih jauh,” tuturnya.
Melalui peran barunya, Pendeta Arlinda bertransformasi menjadi penggerak perubahan. Dengan kapasitas yang lebih baik, ia menjadi pusat rujukan, menerima laporan kasus kekerasan, dan berjuang tanpa lelah demi hak perlindungan anak-anak di desanya. Ia pernah berjuang membantu seorang anak yang tidak mendapatkan Surat Keterangan Tanda Lulus (SKTL) karena permasalahan administrasi orang tuanya. Dengan keberanian dan ketegasan, Pendeta Arlinda berhasil menjembatani pihak sekolah dengan orang tua sehingga anak tersebut bisa melanjutkan pendidikan.
Pendeta Arlinda juga menunjukkan empati mendalam terhadap seorang anak dengan disabilitas mental yang putus sekolah. Ia berupaya menciptakan solusi bersama pihak sekolah dan keluarga hingga anak tersebut bisa mengakses pendidikan. Ketika menghadapi kasus-kasus berat seperti perkawinan usia anak, perempuan yang juga beperan sebagai seorang ibu ini juga menjadi pendengar yang sabar dan penghubung dengan instansi terkait. Ia memastikan anak-anak tersebut mendapatkan dukungan yang layak.
Walaupun banyak upaya yang membuahkan hasil positif, Pendeta Arlinda sering merasa kesepian karena minimnya dukungan dari rekan PATBM lain. Salah satu hal yang membuat semangatnya tidak pudar adalah memikirkan bagaimana anak-anak yang mengalami ketidakadilan atau kekerasan harus melanjutkan hidup bila tidak ada orang yang membela hak mereka.
Baginya, perjuangan ini lebih dari sekadar tugas sosial melainkan bentuk pengabdian kepada Tuhan. Apa yang ia lakukan menjadikan hidupnya bermakna dengan membawa perubahan bagi generasi muda. Ia yakin bahwa setiap anak berhak tumbuh dalam cinta, keamanan, dan tersedia berbagai kesempatan.
Desanya kini bukan sekedar desa biasa. Melalui PATBM, sosialisasi perlindungan anak terus digalakkan dan masyarakat mulai sadar bahwa melindungi anak adalah tanggung jawab bersama. Di balik perubahan ini, Pendeta Arlinda memiliki peranan besar. "Melalui program ini, saya belajar bahwa setiap anak adalah titipan Tuhan yang harus kita jaga. Semoga langkah kecil ini menjadi berkat bagi banyak orang," pungkasnya.
Penulis: Moh. Adli Azri (Community Organiser di kantor operasional WVI area Sigi, Palu, Donggala)
Penyunting: Mariana Kurniawati (Communication Executive)