Tidak Ada yang Dapat Menghentikan Potensi Setiap Anak

Setiap anak berhak bertumbuh dalam lingkungan yang mengakui dan menghargai keberadaannya. Ketika orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lain menjunjung hak anak, maka harga diri setiap anak dapat berkembang maksimal. Ia akan memiliki gambar diri sebagai anak yang penuh potensi dan termotivasi untuk mengembangkannya. Namun, sebaliknya, bila individu di sekitar anak malah memilih untuk mengabaikan, maka ia akan menjadi sosok yang rendah diri dan tidak berpengharapan. Dalam kondisi seperti ini, seorang anak akan menyerap nilai bahwa ia adalah pribadi yang tidak punya potensi dan tidak berdaya.
Lingkungan yang tidak ideal untuk seorang anak bertumbuh ini pernah dialami oleh Arsi, saat ini telah menjadi perempuan muda yang menempuh pendidikan sebagai perawat. Di desanya yang berada di Sumba Timur, Arsi tinggal bersama Bapa, Mama, dan enam saudaranya. Listrik dan jaringan internet belum sampai ke rumahnya. Kondisi ekonomi keluarganya masih jauh dari cukup. Akses pada fasilitas dasar adalah sesuatu yang mahal bagi Arsi. Waktu kecil, ia pun bertumbuh menjadi sosok yang sangat pemalu dan merasa tidak mampu.
“Awalnya, orang tua di desa itu belum paham apa tugas seorang anak yang seharusnya. Pernah terjadi kekerasan terhadap anak, anak itu sempat dikucilkan, dilarang untuk keluar atau ikut berbagai kegiatan, dan pekerjaan rumah tidak ada yang urus,” ceritanya.
Arsi dan teman-teman sebayanya tidak memiliki keberanian untuk bermimpi. Tidak perlu mimpi yang muluk, sesederhana melanjutkan pendidikan pun tidak terbayangkan. Karena tidak menyadari bahwa ada potensi dalam diri mereka, anak-anak pun jadi tidak termotivasi untuk berkembang.
“Setelah ada WVI jadi lebih termotivasi. Dukungan dan binaan dari WVI itu membawa perubahan hidup. Saya jadi sadar kalau saya ini bisa sebenarnya cuma saya malu saja. Tapi kalau saya ada niat untuk belajar, pastinya saya bisa untuk maju. Saya bisa mewujudkan mimpi-mimpi karena WVI dan sponsor,” ungkap mantan anak sponsor Wahana Visi Indonesia ini. Arsi menjadi anak sponsor WVI sejak tahun 2011 hingga 2020.
WVI telah melakukan program pengembangan masyarakat jangka panjang di Sumba Timur. Berbagai kegiatan dan upaya advokasi diimplementasikan dengan satu tujuan utama yaitu: anak dan masyarakat mengalami transformasi yang berkelanjutan. Perubahan harus terjadi dalam diri setiap anak dan masyarakat yang didampingi, seperti yang Arsi alami. Ia menjadi seorang anak yang tadinya dilingkupi perasaan “tidak bisa” menjadi anak yang memiliki keyakinan kalau ia “bisa”.
Ketika masih berusia anak, Forum Anak di desa menjadi tempat Arsi menyadari potensinya. Ia mengasah kemampuannya berorganisasi dan berbicara di depan umum. Bersama anggota Forum Anak lainnya, Arsi bisa mengadakan banyak kegiatan lomba untuk anak-anak lain dan kegiatan edukasi untuk orang tua. “Dari tahun 2017, anak-anak sudah diberi kesempatan oleh orang tuanya untuk bebas ikuti kegiatan apa saja. Sekarang sudah tidak ada lagi penindasan atau kekerasan terhadap anak. Sekarang anak-anak sudah bebas untuk melakukan apa saja yang bermanfaat untuk diri mereka,” ungkapnya.
Menjadi anggota Forum Anak juga membuat Arsi bisa berkontribusi untuk anak-anak lain. Ini menjadi pembuktian juga bagi dirinya bahwa mengembangkan potensi bukan hanya bermakna untuk diri sendiri tapi juga orang lain. Kegiatan-kegiatan sederhana seperti memimpin doa atau membacakan firman di depan anak-anak lain menjadi cara Arsi membangkitkan kepercayaan diri anak-anak lain di desanya. “Kami sudah bisa melatih adik-adik untuk berani bicara dan tahu banyak hal supaya tidak minder,” tuturnya.
Kehadiran dan pendampingan WVI membuat Arsi terus termotivasi untuk bermimpi. Ia mengejar beasiswa agar tidak putus sekolah. Bapa Arsi juga berpartisipasi dalam program tabungan pendidikan anak yang WVI fasilitasi saat itu. Tabungan ini sangat bermanfaat ketika Arsi ingin melanjutkan pendidikan ke SMA dan perguruan tinggi. “Saya tidak mau karena ekonomi saya jadi tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya anak bungsu dari tujuh bersaudara dan satu-satunya yang lanjut kuliah. Saya sebagai anak harus bisa membanggakan orang tua,” kata calon perawat ini.
Dari masa SD hingga SMA, Arsi juga mendapat dukungan dari sponsornya. Sebulan atau dua bulan sekali, sepucuk surat dari sponsor datang ke rumah Arsi. Berbalas surat dengan rutin ini membuat Arsi mengetahui bahwa ada sosok lain yang peduli dan berdoa untuk hidupnya. “Sponsor saya sempat memberikan hadiah seperti baju, tas, boneka, alat tulis, dan alat mandi. Walaupun tidak pernah ketemu, tapi hadiah-hadiah ini bisa membuat saya senang dan Bapa-Mama juga terbantu,” ungkapnya.
Di momen kehidupannya sekarang, Arsi terus memegang beberapa nasihat yang sempat dibagikan oleh staf WVI yang dulu mendampinginya. “Saya ingat terus sampai sekarang, kakak-kakak WVI selalu bilang anak kampung tidak boleh kalah dengan anak kota. Dan, jangan utamakan apa yang kita tidak bisa, tapi lihat apa yang kita bisa,”. Nasihat-nasihat ini juga yang terus menyalakan semangat Arsi untuk tidak berhenti berkembang. Ia masih terus bermimpi. Kini, ia menggantungkan harapan untuk menjadi perawat profesional yang terus belajar ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Penulis: Mariana Kurniawati (Communication Executive)